"Memiliki Impian Untuk Menjadi Pengusaha Sejak Kecil Bukanlah Hal Yang Mustahil"
PUTRI SI CANTIK PENJUAL KOPI LUWAK LANANG
Berawal dari pengecer product makanan minuman
dari warung, Theresia Deka Putri saat ini berhasil mengembangkan
produk kopi sendiri. Kopi Luwak Lanang sudah menyebar
sampai ke luar negeri. Omzet miliaran rupiah juga dapat direnggut dara
25 th. Melalui CV Karya Semesta, Putri,
panggilan akrabnya, menghasilkan tiga merk kopi, yaitu Kopi Luwak
Lanang, Kopi Lanang Landep, serta Kopi Gajah Hitam. Tidak terbatas di
Jawa Timur, pemasaran product kopi itu sudah meluas sampai ke sebagian
negara, seperti Taiwan, Korea, China, Jepang, Thailand, Malaysia sampai
Polandia.
Putri memanglah bukan hanya orang baru
didunia usaha. Sedari sekolah, ia sudah mengasah kekuatan bisnisnya
dengan berjualan sepatu, baju, serta product fashion lain. Sama dengan usianya, saat itu, customer Putri cuma teman-teman sekolah serta tetangga di lebih kurang huniannya. Putri mulai
merambah product makanan serta minuman, seperti kopi serta teh. Ia
memperoleh keyakinan dari produsen untuk memegang satu tim di lokasi
Jawa Timur. Kegigihan serta keuletan juga membawanya terus maju. Putri betul-betul
kuasai jaringan warung-warung kopi yg ada di kota serta kabupaten lain
di Jawa Timur.Tidak cuma tinggal diam pasarkan product orang lain, Putri mulai
memikirkan untuk bikin product sendiri. Rekanan yg kuat dengan beberapa
yang memiliki warung kopi jadi modal pertamanya untuk terjun ke usaha
kopi.
Karena telah mempunyai jaringan
pemasaran yg kuat, Putri yakin diri untuk membangun usaha ini. Untuk
memperoleh keperluan biji kopi, ia menjalin kemitraan dengan sebagian
petani kopi yg ada di Bondowoso serta Malang. Ia sendiri juga mempunyai
kebun kopi seluas empat hektare.
Walau telah mempunyai product sendiri,
Putri terus menjual product minuman dari produsen yang lain. Tak hanya
untuk menambah keuntungan, ia mengantisipasi jika ada pelanggan yg
inginkan product yang lain.
Setelah itu, ia juga membuat segmentasi
product. Kopi Gajah Hitam yaitu product yg menyasar kelompok umur
menengah bawah atau masuk ke warung-warung. Dua merk lain, Kopi Luwak
Lanang serta Kopi Lanang Landep adalah product untuk pasar menengah
atas. “Kopi Luwak Lanang senantiasa habis dipesan oleh pelanggan diluar
negeri, ” tutur Putri. Demikianlah juga untuk kopi merk Lanang
Landep. Ia cuma memakai biji-biji kopi tunggal (pearberry), atau yg
kerap dikatakan sebagai biji kopi lanang. Biji kopi tunggal tersebut
didapat melewati sistem penyortiran. Diluar ketiga product tersebut, Putri
juga penuhi pesanan kopi sama dengan hasrat pelanggannya.
NICHOLAS KURNIAWAN SUKSES DALAM BIDANG PENJUALAN IKAN HIAS
Nicholas Kurniawan, seorang pengusaha muda dari Jakarta yang masih berusia 21 tahun tapi mampu menghasilkan omzet ratusan juta rupiah per bulan dengan perkerjaannya sebagai eksporter
ikan hias. Mungkin banyak orang yang mengatakan kalau Nicholas
bisa menjadi pengusaha muda yang sukses karena dia beruntung, tapi kenyataannya banyak hal yang harus dihadapi oleh Nicholas sebelum mencapai kesuksesannya seperti sekarang.
Nicholas
Kurniawan dibesarkan dalam keluarga yang sempura meskipun kurang
berkecupan. Kedua orang tuanya terpaksa mencari hutangan untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Penghasilan yang dihasilkan oleh kedua orang tua
Nicholas digunakan untuk memberikan pendidikan yang terbaik untuk
anaknya. Melihat orang tuanya sering dipermalukan karena hutang yang
mereka tanggung, Nicholas kecil bertekad untuk menjadi orang sukses.
Sejak kecil, Nicholas sudah terbiasa untuk berjualan makanan, minuman,
pakaian, dan masih banyak lagi dan semuanya tidak berakhir baik.
Nicholas tidak mau mengatakan kalau dirinya pernah gagal, melainkan dia
belum menemukan cara yang tepat untuk mencapai kesuksesan. Saat berusia
17 tahun, seorang teman memberikannya sepaket ikan Garra Rufa, ikan
terapi. Nicholas tidak memiliki minat untuk memeliharanya, dan otak
bisnisnya mulai muncul untuk menjualnya. Maka, dia mulai membuka FJB Kaskus
dan membuat akun disana. Hanya dalam beberapa jam, ikan miliknya
berhasil terjual dan banyak orang yang menawarnya. Melihat minat orang
yang besar, maka Nicholas bertanya kepada temannya dimana dia membeli
ikan itu dan akhirnya Ia menemuka supplier. Nicholas menjual ikan – ikan
itu di Kaskus dan mendapatkan untung 2 hingga 3 juta rupiah per bulan.
Pada umur yang sama, Nicholas menginginkan masuk kuliah yang memerlukan uang yang tidak sedikit dan Nicholas tidak mungkin
meminta uang tersebut dari orang tuanya. Maka, dia memiliki target untuk
mendapatkan 10 juta per bulan. Nicholas memiliki ide untuk mengekspor
ikan. Nicholas mencoba berkerja sama dengan para eksporter tapi tidak
ada yang berhasil karena faktor usia yang masih tergolong muda. Bahkan
saking seriusnya, Nicholas meneliti website perusahaan besar dan mencoba
mencontohnya. Selain itu Ia juga mencoba mencari tahu tentang shipment.
Berkat
usahanya yang serius dan kefokusannya, Nicholas mendapatkan kepercayaan
dari seorang pengusaha. Ia memesan sebanyak 10.000 ekor ikan garra rufa
untuk dikirim ke Medan. Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, karena
ada beberapa kesulitan untuk mengirim ke Medan sehingga akhirnya orderan
itu dibatalkan. Ikan sebanyak 10.000 mati satu persatu karena Nicholas
tidak memiliki peralatan untuk menampung ikan sebanyak itu dan Nicholas
harus menanggung kerugian yang cukup besar.
Nicholas tidak
langsung menyerah ketika Ia mendapatkan kegagalan pertama. Ia tetap
berusaha fokus dengan perkerjaan yang amat disukainya itu. Saat keadaan
yang mulai tenang, Nicholas mendapatkan kembali orderan dari orang Medan
untuk mengekspor ikan pergi ke luar negri tapi menggunakan nama
perusahaannya. Setelah itu, nama Nicholas mulai dikenal oleh pengusaha
dalam negri maupun luar negri.
Suatu saat, setelah setengah jalan
menjalani usaha – Nicholas terkena tipu oleh partnernya.Uang yang selama ini Ia kumpulkan dengan susah payah untuk masuk
ke universitas favoritnya, habis hanya dalam waktu semalam. Tapi,
ternyata kesialan itu malah menjadi berkat bagi Nicholas. Banyak para
customer di luar negri yang terkena tipu oleh mantan partner Nicholas
akhirnya mempercayakan kepartneran mereka kepada Nicholas. Orang–orang
tersebut mengambil ikan langsung dari Nicholas.
HAMZAH IZZULHAQ PEMUDA YANG SUKSES DENGAN BISNIS WARALABA
Hamzah
Izzulhaq, usianya masih relatif muda. Pria kelahiran Jakarta ini sukes
mengembangkan bisnis bimbingan belajar dan sofabed, dan semuanya berangkat dari
pengalaman Hamzah berbisnis yang sudah ia mulai tekuni semenjak duduk di bangku
SD. Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah
sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam
permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi
anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis
buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup
besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia
jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah
memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan
dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan.Hasil jerih payah tersebut sebagian
dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman
SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar.
Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman,
tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru
berjalan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar,
mempelajari kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan
Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para
pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api
semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian
berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu
lumayan besar. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan
dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba)
bimbel dengan harga yang cukup fantastis. Hamzah sangat tertarik, namun
sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba
tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar biaya tsb
dapat dibayar melalui 2 tahap. Mitra bisnisnya menyetujuinya.
Hamzah
memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya.Kebetulan, ayahnya
adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana
beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah
memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha
meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek
yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman kepada Hamzah sebagai
modal investasi. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah
mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai
melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis
sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di
garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang
lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan
barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama,
rezeki dari sofabed pun mengalir deras.
Sebagai
seorang wirausahawan, Hamzah Izzulhaq, usianya masih relatif muda. Pria
kelahiran Jakarta 26 April 1993 ini sukes mengembangkan bisnis
bimbingan belajar (bimbel) dan sofabed, dan semuanya berangkat dari
pengalaman Hamzah berbisnis yang sudah ia mulai tekuni semenjak duduk di
bangku SD. Bayangkan, ketika baru lulus SMA dia sudah memegang 3
lisensi lembaga bimbingan belajar dengan omzet Rp 360 juta per semester.
Dari omzet tersebut, Hamzah meraub laba kisaran Rp 180 juta per 6
bulan.
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta. Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.aPwmPkyw.dpuf
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta. Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.aPwmPkyw.dpuf
Sebagai
seorang wirausahawan, Hamzah Izzulhaq, usianya masih relatif muda. Pria
kelahiran Jakarta 26 April 1993 ini sukes mengembangkan bisnis
bimbingan belajar (bimbel) dan sofabed, dan semuanya berangkat dari
pengalaman Hamzah berbisnis yang sudah ia mulai tekuni semenjak duduk di
bangku SD. Bayangkan, ketika baru lulus SMA dia sudah memegang 3
lisensi lembaga bimbingan belajar dengan omzet Rp 360 juta per semester.
Dari omzet tersebut, Hamzah meraub laba kisaran Rp 180 juta per 6
bulan.
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta. Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.aPwmPkyw.dpuf
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta. Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.aPwmPkyw.dpuf
Sebagai
seorang wirausahawan, Hamzah Izzulhaq, usianya masih relatif muda. Pria
kelahiran Jakarta 26 April 1993 ini sukes mengembangkan bisnis
bimbingan belajar (bimbel) dan sofabed, dan semuanya berangkat dari
pengalaman Hamzah berbisnis yang sudah ia mulai tekuni semenjak duduk di
bangku SD. Bayangkan, ketika baru lulus SMA dia sudah memegang 3
lisensi lembaga bimbingan belajar dengan omzet Rp 360 juta per semester.
Dari omzet tersebut, Hamzah meraub laba kisaran Rp 180 juta per 6
bulan.
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta. Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.roZBAK9j.dpuf
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta. Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.roZBAK9j.dpuf
Sebagai
seorang wirausahawan, Hamzah Izzulhaq, usianya masih relatif muda. Pria
kelahiran Jakarta 26 April 1993 ini sukes mengembangkan bisnis
bimbingan belajar (bimbel) dan sofabed, dan semuanya berangkat dari
pengalaman Hamzah berbisnis yang sudah ia mulai tekuni semenjak duduk di
bangku SD. Bayangkan, ketika baru lulus SMA dia sudah memegang 3
lisensi lembaga bimbingan belajar dengan omzet Rp 360 juta per semester.
Dari omzet tersebut, Hamzah meraub laba kisaran Rp 180 juta per 6
bulan.
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta. Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.roZBAK9j.dpuf
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta. Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.roZBAK9j.dpuf
Sebagai
seorang wirausahawan, Hamzah Izzulhaq, usianya masih relatif muda. Pria
kelahiran Jakarta 26 April 1993 ini sukes mengembangkan bisnis
bimbingan belajar (bimbel) dan sofabed, dan semuanya berangkat dari
pengalaman Hamzah berbisnis yang sudah ia mulai tekuni semenjak duduk di
bangku SD. Bayangkan, ketika baru lulus SMA dia sudah memegang 3
lisensi lembaga bimbingan belajar dengan omzet Rp 360 juta per semester.
Dari omzet tersebut, Hamzah meraub laba kisaran Rp 180 juta per 6
bulan.
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta. Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.roZBAK9j.dpuf
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta. Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.roZBAK9j.dpuf